Risnafhani
Makassar, 15 Maret 2012
Perjudian sebuah kata yang sudah sangat dikenal didalam masyarakat. Orang-orang memahami perjudian itu sebagai aktivitas yang bisa mendatangkan keuntungan ataupun kerugian. Dalam artian bahwa berjudi orang bisa kaya mendadak jika keberuntungan berada dipihaknya atau miskin mendadak jika kesialan ada dipihaknya. Ada orang mengatakan berjudi itu sah-sah saja, namun kebanyakan orang mengklaim berjudi adalah perbuatan yang tidak baik. Memang perjudian termasuk salah satu bentuk patologi sosial (penyakit dalam masyarakat).
Sejarah mencatat perjudian sudah lama keberadaannya sejak beribu-ribu tahun yang lalu, sejak dikenalnya sejarah manusia. Masih teringat jelas dalam ingatan kita, ketika kita masih kecil sebuah permainan kartu bergambar (gambar pemain film-film kartun) yang dilempar ke udara, ketika sebuah kartu mendarat di lantai dengan gambar berada di atas maka dia pemenangnya, yang kalah harus menyerahkan sejumlah kartunya sesuai kesepakatan sebelum permainan dimulai. Demikian juga permainan kelereng, jika kalah harus menyerahkan segeng gundugam. Ini sudah termasuk bentuk perjudian kecil dan berbagai permainan anak-anak lainnya yang sudah mengandung unsur perjudian karena di dalamnya ada pertaruhan. Bukan hanya anak-anak, orang dewasapun memiliki berbagai permainan mulai permainan kartu, dadu, perlombaan hewan peliharaan, sampai pada segala bentuk sport dan games yang semuanya tidak lepas dari unsur perjudian.
Menurut dalam buku Patologi Sosial(Kartini Kartono, 2007:58), perjudian adalah pertaruhan dengan sengaja yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai dengan menyadari adanay risiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa permainan, pertandingan, perlombaan, dan kejadian-kejadian yang tidak/belum pasti hasilnya.
Menurut Undang-undang Hukum Pidana pasal 300 ayat 3, perjudian itu dinyatakan sebagai berikut:
Main judi berarti tiap-tiap permainan yang kemungkinannya akan menang, pada umumnya tergantung pada untung-untungan saja, juga kalau kemungkinan bertambah besar, karena pemain lebih pandai atau lebih cakap. Main judi juga mengandung segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain yang tidak diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau main itu, demikian juga segala pertaruhan lainnya.
Pada awalnya perjudian hanya dianggap sebagai permainan untuk mengisi waktu luang guna menghibur diri dan melepas ketegangan akibat kerja berat sehari-hari. Perjudian sifatnya rekreatif dan netral. Dari sifatnya yang netral lambat laun ditambahkan unsur baru untuk merangsang kegairahan bermain dan menaikkan ketegangan serta pengharapan untuk menang, berupa barang taruhan seperti uang atau benda-benda yang bernilai. Pertaruhan tersebut sifatnya murni spekulatif untung-untungan, dimana sedikit mengandung unsur mistik terhadap kemungkinan keuntungan. Para penjudi menganggap nasib untung atau kalah itu sudah menjadi nasib. Meskipun sekarang sudah zaman mesin, namun kepercayaan itu masih melekat pada orang-orang modern sekarang. Sehingga nafsu berjudinya tidak terkendali dan jadilah mereka penjudi-penjudi professional yang tidak kenal akan rasa jera. Munculnya keteganga yang semakin memuncak ketika tidak adanya kepastian menang atau kalah, tetapi masih ada kemungkinan harapan untuk menang. Semuanya memicu atau merangsang nafsu untuk terus bermain judi. Sehingga muncullah pola tingkah laku kebiasaan dan menimbulkan ketagihan/kecanduan bermain judi, akhirnya menghayutkan dan membius kesadaran manusia. Awalnya mungkin hanya ada rasa keisengan sampai menjadi penjudi kronis yang rela mempertaruhkan segalanya.
Berjudi secara resmi atau secara hukum tetap dipandang sebagai tindak pidana/kejahatan sehingga individu yang melakukannya harus mendapat hukuman sesuai undang-undang yang berlaku. Umumnya masyarakat menganggap perjudian sebagai tingkah laku asusila, karena ekses-eksesnya yang buruk dan merugikan, baik diri sendiri, keluarga, maupun masyarakat sekitar. Dimana harta kekayaan dipertaruhkan semuanya, anak dan istri kadang kala dipertaruhkan di meja judi. Juga memicu orang melakukan tindakan kriminalitas seperti mencuri, menipu, merampok, korupsi, memperkosa, dan membunuh orang lain untuk mendapatkan uang guna bermain judi.
Perjudian legal adalah bentuk perjudian yang mendapat izin dari pemerintah, kegiatannya mempunyai lokasi resmi, dijamin keamanan beroperasinya dan diketahui umum. Contohnya Casino-Casino dan Petak Sembilan di Jakarta, Sari Empat di jalan kelenteng Bandung, Toto (totalisator) Grey Hound di Jakarta (telah ditutup 1 Oktober 1978 oleh Pemerintah DKI), dan bentuk-bentuk Undian Harapan yang berubah nama Undian Sosial Berhadiah berpusat di Jakarta dan daerah-daerah lainnya. Bentuk perjudian yang diberikan legitimasi oleh pemerintah bertujuan untuk mendapatkan dana keuangan guna pembangunan atau dana sosial. Ada banyak negara yang melegitimasi perjudian/pertaruhan, misalnya Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Australia, belgia, Kanada, Kuba India, Italia, Meksiko, dan Monako. Begitu juga di jepang, Hongkong, dan tidak ketinggalan kota-kota besar di tanah air kita antara lain Medan, Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Alasan pemerintah mengizinkan perjudian karena menjadi sumber pendapatan inkonvensional dan memuaskan dorongan judi seseorang yang tidak bisa dimusnahkan. Namun, dibalik itu juga banyak negara yang menentang dan melarang perjudian dengan memberikan sanksi keras, sebab adanya pengaruh buruk yang ditimbulkan.
Di Indonesia, mulai pertengahan tahun 60-an sampai tahun 1981 berbagai tempat-tempat judi bermunculan hingga mencapai puncak sekitar tahun 77-an. Masa kejayaan kerajaan-kerajaan di Jawa dan daerah-daerah luar banyak diselenggarakan perjudian melalui macam-macam bentuk sabungan. Misalnya sabung ayam, burung gemak jantan, kambing, biri-biri, dan lainnya (berkelahi hingga salah satunya mati). Permainan semacam ini masih terdapat di pelosok-pelosok tanah air. Ada daerah yang menganggap sabungan ini sebagai permainan biasa saja sehingga orang bersikap acuh tak acuh terhadapnya, di daerah lain menganggap sabungan ini perbuatan dosa dan haram hukumnya. Wajar saja terjadi perbedaan karena setiap individu dan kelompok memiliki aturan, adat istiadat, dan budaya sendiri yang mengatur kehidupan mereka dalam hidup berkelompok.
Berdasarkan keputusan pemerintah mulai 1 Oktober 1981 segala bentuk perjudian secara resmi dilarang berlangsung di wilayah Indonesia. Meskipun sudah ada larangan pemerintah tetap saja praktek-praktek judi secara diam-diam dan ilegal terus berkembang dengan berbagai bentuk. Perjudian yang sudah informal masih dilindungi oleh oknum-oknum tertentu, berupa kekuatan bersenjata, kelompok tukang pukul, oknum-oknum pejabat dan polisi. Sangatlah sulit memusnahkan permainan judi. Melihat sekarang ini di kota-kota besar dan kota industri serta kota dagang norma-norma susila sudah longgar dan sanksi-sanksi sosial melemah, serta keyakinan akan norma-norma religius menipis. Peran oposisi kaum agama tidak dipeduli karena masyarakat sudah kecanduan dan menganggapnya sebagai peristiwa biasa.
Beberapa saran penanggulangan perjudian antara lain melakukan perbaikan ekonomi nasional secara menyeluruh, memperluas lapangan kerja, lokalosasi perjudian bagi wisatawan asing golongan ekonomi kuat dan warga negara keturunan asing untuk menyedot uang panas yang banyak beredar di sektor komersial guna pembangunan, pelarangan memasuki kasino-kasino mewah bagi rakyat jelata, dan larangan praktek judi disertai tindakan preventif dan punitif (hukuman dan sanksi) secara konsekuen dan tidak setengah-setengah.