Kamis, 12 November 2015
Etika Protestan dan Spirit Kapitalisme (Max Weber)
Dalam Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, Weber mengajukan tesis bahwa etika dan gagasan-gagasan Puritan telah mempengaruhi perkembangan kapitalisme. Namun demikian, defusi keagamaan biasanya disertai dengan penolakan terhadap urusan-urusan duniawi, termasuk pengejaran akan harta kekayaan. Weber mendefinisikan semangat kapitalisme sebagai gagasan dan kebiasaan yang menunjang pengejaran keuntungan ekonomi secara rasional. Weber menunjukkan bahwa semangat seperti itu tidaklah terbatas pada budaya Barat bila hal itu dipandang sebagai sikap individual, namun bahwa upaya individual yang heroik demikian ia menyebutnya tidak dapat dengan sendirinya membentuk suatu tatanan ekonomi yang baru (kapitalisme).
Kecenderungan-kecenderungan yang paling umum adalah keserakahan akan keuntungan dengan upaya yang minimal dan gagasan bahwa kerja adalah suatu kutukan dan beban yang harus dihindari khususnya ketika hasilnya melebihi dari kebutuhan untuk kehidupan yang sederhana.
Manusia didominasi oleh keinginan untuk mendapatkan uang melalui akuisisi sebagai tujuan utama hidupnya. Akuisisi ekonomis tidak lagi menjadi subordinat sebagai cara-cara manusia dalam memuaskan kebutuhan materialnya. Menurut Weber inilah esensi dari spirit kapitalisme modern (Giddens dalam Weber, 2006: XXXV).
Menurut Weber akan sangat keliru jika kita beranggapan bahwa kegiatan mengumpulkan kekayaan untuk kepentingan atas kesenangan duniawi adalah sebuah pengenduran nilai-nilai moralitas. Pandangan bagus ini pada dasarnya adalah moral itu sendiri; yang menuntut adanya disiplin dari diri sendiri. Para pengusaha yang diasosiasikan dengan pengembangan kapitalisme rasional ini justru bisa memadukan rangsangan akumulasi kekayaan dengan gaya hidup hemat secara positif.
Calvinisme menurut Weber menyuplai energi dan dorongan moral bagi para wirausahawan kapitalis. Weber mengungkapkan doktrin-doktrin calvinisme memiliki konsistensi besi dalam disiplin habis-habisan yang dituntut dari para pengikutnya. Doktrin calvinisme berbunyi; hanya beberapa orang yang terpilih yang bisa diselamatkan dari kutukan, dan pilihan itu sudah ditetapkan jauh sebelumnya oleh Tuhan.
Weber melihat pemenuhan etika Protestan bukan dalam Lutheranisme, yang ditolaknya lebih sebagai sebuah agama hamba, melainkan dalam bentuk Kekristenan yang Calvinis. Dalam pengertian yang sederhana "paradoks" yang ditemukan Weber adalah:
Menurut agama-agama Protestan yang baru, seorang individu secara keagamaan didorong untuk mengikuti suatu panggilan sekular dengan semangat sebesar mungkin. Seseorang yang hidup menurut pandangan dunia ini lebih besar kemungkinannya untuk mengakumulasikan uang.
Namun, menurut agama-agama baru ini (khususnya, Calvinisme), menggunakan uang ini untuk kemewahan pribadi atau untuk membeli ikon-ikon keagamaan dianggap dosa. Selain itu, amal umumnya dipandang negatif karena orang yang tidak berhasil dalam ukuran dunia dipandang sebagai gabungan dari kemalasan atau tanda bahwa Tuhan tidak memberkatinya.
Cara memecahkan paradoks ini, demikian Weber, adalah menginvestasikan uang ini, yang memberikan dukungan besar bagi lahirnya kapitalisme. Pada saat ia menulis esai ini, Weber percaya bahwa dukungan dari etika Protestan pada umumnya telah lenyap dari masyarakat. Khususnya, ia mengutip tulisan Benjamin Franklin, yang menekankan kesederhanaan, kerja keras dan penghematan, namun pada umumnya tidak mengandung isi rohani (dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar