Proses Sosial Dalam Keluarga
Oleh: Risnafhani
Proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dilihat apabila orang-perorangan dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan menentukan sistem serta bentu-bentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya pola-pola kehidupan yang telah ada. Proses sosial dapat diartikan sebagai pengaruh timbal-balik antara berbagai segi kehidupan bersama, misalnya pengaruh-mempengaruhi antara sosial dengan politik, politik dengan ekonomi, ekonomi dengan hukum, dan sebagainya.
Dalam Dwi dan Bagong (2004:227) Hotton dan Hunt (1987), mengemukakan istilah keluarga umumnya digunakan untuk menunjuk beberapa pengertian sebagai berikut:
1. Suatu kelompok yang memiliki nenek moyang yang sama,
2. Suatu kelompok kekerabatan yang disatukan oleh darah dan perkawinan,
3. Pasangan perkawinan dengan atau tanpa anak,
4. Pasangan yang nikah dan mempunyai anak,
5. Satu orang atau entah duda atau janda dengan beberapa anak.
Bentuk umum dalam proses-proses sosial adalah interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, karena tanpa interkasi sosial tak akan mungkin ada kehidupan bersama. Beberapa ahli sosiologi berpendapat bahwa interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Bentuk-bentuk lain dari proses-proses sosial hanya merupakan bentuk-bentuk khusus dari interaksi sosial.
Berlangsungnya suatu proses interaksi sosial yang didasarkan pada berbagai faktor yakni melalui imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Sedangkan, syarat terjadinya interaksi sosial yaitu kontak sosial (social contact) dan komunikasi. Melalui adanya kontak sosial dan komunikasi tersebut tidak sekadar tergantung dari tindakan, melainkan juga adanya tanggapan terhadap tindakan tersebut, baik yang bersifat negatif maupun positif.
Proses sosial dalam keluarga muncul sebagai akibat dari adanya interaksi antara anggota keluarga. Adanya kontak dan komunikasi yang terjadi antara anggota keluarga maka muncullah bentuk-bentuk interaksi sosial (yang juga dapat dinamakan proses sosial) dalam keluarga berupa kerja sama (cooperation), persaingan (competition), dan pertentangan atau konflik (conflict).
Kerja sama merupakan perwujudan minat dan perhatian orang untuk berkerja bersama-sama dalam suatu kesepahaman, sekalipun motifnya sering dan bisa tertuju kepada kepentingan diri sendiri. Bentuk-bentuk kerja sama dapat kita jumpai dalam kelompok dan masyarakat manusia mana pun, baik pada kelompok-kelompok yang kecil maupun pada satuan-satuan kehidupan yang besar.
Persaingan atau competition diartikan sebagai suatu proses sosial dimana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing untuk mencari keuntungan atau memperebutkan tujuan-tujuan tertentu yang sifatnya terbatas dan pada suatu masa tertentu akan menjadi pusat perhatian umum, baik perorangan maupun kelompok manusia. Pada umumnya, persaingan dibagi atas dua tipe yakni persaingan personal dan impersonal.
Contoh, Dalam lembaga keluarga biasanya terjadi persaingan personal yakni persaingan antara satu anggota keluarga dengan satu anggota keluarga lain. Seorang anak biasanya selalu ingin mendapat pujian yang lebih dari orang tuanya dibandingkan dengan saudaranya yang lain. Untuk mencapai hal tersebut, anak itu harus bersaing dengan saudaranya sendiri. Persaingan tersebut tampak pada prestasi belajar anak.
Bentuk persaingan yang dijelaskan diatas adalah persaingan yang berdampak positif dalam keluarga karena memberikan motivasi kepada anak untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Tapi persaingan tersebut bisa memberikan dampak yang negatif pula ketika orang tua yang berfungsi panutan dan tempat mengadu seorang anak tidak dapat bersikap adil sehingga persaingan tersebut memberikan dampak negatif.
Konflik adalah suatu proses sosial yang berlangsung dengan melibatkan orang-orang atau kelompok-kelompok yang saling menantang dengan ancaman kekerasan. Dalam bentuknya yang ekstrem, konflik itu dilangsungkan tidak hanya sekedar untuk mempertahankan hidup dan eksistensi (yang bersifat defensif), akan tetapi juga bertujuan sampai ke taraf pembinasaan eksistensi orang atau kelompok lain yang dipandang sebagai lawan atau saingannya.
Contoh, Dalam keluarga biasa terjadi pertentangan antara orang tua dan anak, pertentangan yang terjadi biasanya dalam hal menentukan masa depan anak. Biasanya keinginan anak bertentangan dengan kemauan orang tua. Dalam hal ini orang tua biasanya bersikap otoriter karena merasa mempunyai pengalaman hidup yang lebih dibanding anaknya. Anak juga akan bertahan pada keinginannya karena merasa memiliki pemikiran yang maju dibanding orang tuanya. Pertentangan ini bisa diredam ketika ada sikap saling pengertian antara kedua belah pihak atau dengan proses agitasi.Sumber:
Dahlan Yacub Al-Barry, M. 2001. Kamus Sosiologi Antropologi. Surabaya: Indah.
Dwi Narwoko, J. & Bagong Suyanto. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana.
Marhijanto, Bambang. 1995. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Bintang Timur.
Surjountoro, S. 1978. Kamus Praktis Serba Guna. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar